Perempuan yang sudah di Acc
Menjelang sore hujan turun mengangkat bau tanah yang seharian ini terpanggang terik matahari, dari balik deru suara hujan terdengar suara adzan dari kejauhan yang sumbang tersamarkan, aku masih di koridor kampus waktu itu, baru saja siap bimbingan alhamdulillah hari itu proposal ku sudah di Acc dosen pembimbing dan secepatnya akan di seminarkan.
Hujan
masih saja deras, sesekali aku pergi
serambi kampus sembari mengingat beberapa hal tentang kisah di kitaran lima
tahun dahulu, aku masih ingat benar saat itu aku tengah mengagumi seorang gadis
berlesung pipi dia adalah Aina adik kelas ku, di bawah kucuran hujan dari atap
bangunan sekolah Aliyah aku
menengadahkan tangan seolah menampung air hujan karena bagiku di timpa hujan
sembari menutup mata memberikan sedikit ketenangan yang tak mampu ku definisikan.
Aina kala itu ada di belakangku dengan seorang lelaki yang berpostur tubuh
lebih besar dari ku dia adalah sepupunya Aina. Aku tidak berani menegurnya
apalagi untuk menyatakan kekagumanku. Aku hanya kakak kelas yang biasa-biasa
saja dan tidak populer mustahillah jika Aina mengenalku.
Suatu
hari di latar cuaca yang sama, hujan. Aku seperti biasa meletakan tangan
dibawah tetesan hujan saat itu aku sendirian dan tanpa diduga Aina datang lalu
menyapaku “ eh kak, kenapa suka sekali seperti itu” aku yang seperti orang
kikuk dan kelihatan bodoh saat di kagetkan pun menjawab “ entah, udah pernah
mencobanya?” Aina lalu mengikuti apa yang aku lakukan.
Dari
hal sederhana itu kami mulai saling berkenalan walaupun aku telah lebih dahulu
mengenalnya saat dia di masa orientasi siswa. Aina memanggilku dengan nama
Abirain, Abi adalah namaku dan Rain adalah
nama yang ditempelkan oleh Aina yang tahu bahwa aku sangat menyukai hujan. kekagumananku
seolah tanpa alasan, kekaguman itu semakin hari semakin bertambah dan aku tidak
berani menamai perasaan kagum itu dengan nama cinta dan tentunya tak berani untuk
menyatakannya, sehingga satu tahun berselang selepas ujian nasional aku
melanjutkan pendidikan ke fakultas
tarbiyah di provinsi tetangga dan itulah hal yang membuat jarak temu antara
kami terbentang dan kontak Aina pun hilang bersamaan dengan hilangnya handphone ku dan bodohnya aku tidak
pernah memprediksi kejadian ini jauh-jauh hari untuk menyalin kontaknya ke dalam
catatan.
Aku
pun terlena dengan susah senang dan asam garam kehidupan di dunia perkuliahan
sehingga perlahan aku mengiklaskan Aina
perempuan pertama yang aku kagumi dalam tanda kutif, ku cintai. Perlahan memudar
dan biasa biasa saja, toh selama ini hanya teman biasa. Empat tahun diperkuliahan, hilir mudik aku
melangkahkan kaki tak sekalipun aku menemukan sosok Aina, berbagai kecanggihan
teknologi telah aku kerahkan untuk mecarinya namun nihil.
Kembali
ke koridor kampus. Adzan berhenti bergema namun tidak dengan hujan, masih saja
deras, akupun duduk terlebih dahulu lalu tiba-tiba datang seorang perempuan
yang langsung duduk di kursi berseberangan dengan ku di koridor kampus itu. Aku
sesekali memperhatikan dengan seksama siapa perempuan itu, seperti tak asing, “siapa?”
tanyaku dari dalam hati, sepuluh menit berlalu tanpa sapa hanya deru suara hujan
yang menjadi musik latar suasana. Seorang asisten dosen melintasi kami dan
menyapa ramah perempuan itu sungguh betapa terkejutnya aku ketika dari
percakapan mereka aku mendengar nama Aina di ucapkan. Seketika aku merasa yakin
kalau itu adalah Aina walau sekarang sudah banyak yang berubah darinya : lebih
cantik dan lebih makmur subur badanya tapi satu hal yang lain yang membuat aku
yakin, lesung pipi itu, aku kenal nian.
“
Aina Rahma ?” ucapku gerogi
“
iya, ada apa bang” jawabnya, ada yang tersentak di jantungku
“ udah lupa ya?, saya Abi” beberapa
detik berlalu Aina mencoba mengenali ku
“
eh iya....wah kak Abirain, apa kabar kak?”
Hujan
berhenti dan aku pun memutuskan untuk shalat di Mushala kampu saja, selepas
menunaikan kewajiban akupun berdo’a, doa yang paling laris di udarakan oleh
para jomblo sepertiku Rabbana hab lana min azwajina wa dzurriyatina qurrata a'yun, waja'alna lil muttaqina imama.
Terkadang kita perlu
sadar dalam hidup ini kita boleh saja merasa bahwa kita adalah peran utama
dalam kisah masing-masing, namun dalam kehidupan orang lain barang kali kita hanya
sekedar figuran biasa, sesorang yang pernah ada, dan melintas hanya sebagai
sebuah selingan selaka. Begitulah posisiku saat ini, Aina memang masih
mengenaliku tapi banyak hal sudah dilupakannya dan sekarang semua yang aku cari
kesana kemari sudah benar-benar tidak harus ku harapkan lagi, karena sewaktu
bernostalgia dengan Aina di koridor kampus tadi seorang lelaki mendatangi kami
dan aku kenal betul lelaki itu dia adalah dosen pembimbingku yang karismatik
yang seketika tangannya dicium oleh Aina, lalu Aina mengenalkan kalau pak Iskan
adalah suaminya, percakapan kamipun berhenti disitu, aku memaku tak tahu
ekspresi apa yang perlu ku keluarkan. Mereka pun menghilang dari pandangan ku
di balik tirai hujan itu. ku simpulkan dari cerita ini Aina sudah isrti orang
dan sudah mengandung anak orang dan Aina
sudah di acc pak dosenku
Komentar
Posting Komentar