Postingan

CERPEN ; DUA SUDUT PANDANG

Gambar
  Sebelum tidur entah karena angin apa aku ingin menuliskan cerita ini, ceritanya singkat saja tentang awal aku memulai kerja dan akhirnya beberapa bulan ini aku baru saja diangkat sebagai pegawai negeri sipil. Aku sempat bingung bagaimana cara untuk mengawali cerita ini, sampai seorang perempuan tiba-tiba menepuk pundakku, aku sempat terkejut karena kukira dia sudah tidur. "Eh kenapa belum   tidur ?" "Udah kok, tapi kebangun, ada aroma-aroma seseorang tengah mengalami kebuntuan" kata Hani sembil sedikit tertawa. Kehadiran Istriku itu cukup membantu membuka inspirasi ku mengawali cerita ini dengan kata-kata “ Semenjak cinta pertamaku pergi untuk selama-lamanya di usiaku yang baru saja masuk sekolah dasar, sampai saat ini aku belum pernah menemukan lelaki setulus engkau, Ayah. Hingga sampai saat aku mulai mandiri dan mempunyai pekerjaan sendiri.” Ini adalah kali pertama aku masuk kelingkungan sekolah itu, kali ini bukan sebagai siswa atau sebagai mahasiswa

CERPEN : GELARKU AL- QATRAZ

Gambar
  Gelarku Al-Qatraz yang berasal dari sebuah nama pulau bekas penjara paling keras dan menyeramkan di dunia yang berada di tengah lautan, begitulah   para begundal jalanan dan para preman pasar   memberikan julukan itu kepadaku, karena aku tidak takut dengan siapapun dengan penjara seperti apapun. Aku tidak pernah lagi membuat identitasku dengan nama yang diberikan orang tuaku dulu, dan rasanya memang tidak cocok untuk seorang aku memakai nama Muhammad Ali yang pada hakikatnya semua orang tahu bahwa nama itu terlalu suci untuk seorang penjahat sepertiku. Tahun dua ribu di awal bulan maret aku akhirnya tertangkap dan di masukan ke dalam penjara atas segala kejahatan yang telah aku lakukan, banyak dan bermacam-macam. Aku masih terbilang beruntung pihak keluarga korban tidak menginginkanku di hukum mati tetapi hanya di hukum tujuh belas tahun dan denda sekian juta, tetapi sebagai seorang preman aku hanyalah preman aku tidak memiliki tabungan atau harta yang aku kumpulkan, semua sudah ha

Setelah badai beralalu

Gambar
                                                                                                 Setelah badai beralalu Setelah kita berada di seberang badai Diantara laut tenang dan sepi Kau dan aku diantara satu bahtera yang terbelah. Badai berlalu disisi kita Kita kokoh tak mau roboh "Ini jalan terbaik" ucapmu Aku terapung sekali-kali terombang ambing Hendak rasa merekat lagi Tapi sekat ini kuat Satu diantara kita sadar diri Kita perlu menyelamatkan diri ketepian pulau, Aku   menepi Diseberang badai ini Aku merencanakan satu   hal untuk suatu saat nanti Hilang biarlah hilang lenyap dalam kabut pekat tanda sapa, tanpa tanda, tanpa tanya Jejak sirna. Haluan kita nyatanya berbeda Rencanan terselip doa tanpa aamiin mu menyertainya. Aku merela Beralabuh mencari cerah terhindar dari keruh Berlainan arah berbeda haluan Di titik ini aku pamit, agar tak kembali menjadi rumit                                 _0bp  

Terimakasih dan Maaf

Gambar
                                                                   Terimakasih dan Maaf Ku tuang dalam tulisan ini berharap suatu saat nanti kan kau baca Melalui kata demi kata yang sederhana Tak tahu bagaimana merangkainya menjadi kisah yang runtut dengan bait diksi yang tersusun baik. Dengan alinea dan kaidah yang sesuai Ini tak akan mampu mendeskripsikan semuanya. Disini, dari tulisan ini, aku hanya menggunakan bahasa sederhana  sesederhana mungkin, yang apa bila suatu saat kau baca  tak perlu lagi kau bersusah payah menyelami maknannya. Tulisan ini adalah rangkaikan terimakasih ku kepadamu Atas segala apa yang pernah kita iktiarkan bersama Atas kenangan yang telah tertorehkan dulunya Atas kepedulian dan perhatian yang pernah ada  kau adalah sosok yang bagiku istimewa walaupun ku tau kau bukan yang sempurna,  sadar diri akupun sama. Dan mohon maaf atas segala apa yang pernah membuatmu marah Membuatmu kecewa, membuatmu tak berharap hadirku pernah ada Melalui

Anj*ng Jantan

Gambar
    Ada ketengan yang tak mampu ku deskripsikan, ini adalah ketengan yang sepi, bercampur sedikit pilu yang menggelantung disudut hati, hampa. Tapi tak apa, sewajarnya ini harus aku syukuri.      Saat tengah menikmati semilir angin yang berdesir menghalau kegerahan diri dibawah pokok pohon matoa melintas sekor anjing jantan didepanku, seketika leptop yang masih menyala yang aku gunakan untuk merevisi proposal skripsi malah ku gunakan untuk menulis kisah ini.   kisah yang telah membawaku di posisi ini. Sepi dan hampa hati.        Mungkin karena sedang terbawa emosi sehingga hewan yang di haramkan itu menjadi sumber inspirasi, sekarang aku melebel lelaki itu dengan sebutan anj*n jantan, aku tahu ini sedikit lebih kasar tapi biarkan aku selesaikan dulu cerita ini. Dia   yang aku maksud adalah seorang pemuda yang hadir dalam hidupku sekitar dua tahunan ini, dia hadir pada saat aku tengah memiliki orang lain dihatiku. Aku tentu membela dan memilih seseorang yang telah bersamaku itu, s

Perempuan yang sudah di Acc

Gambar
    Menjelang sore   hujan turun mengangkat bau tanah yang seharian ini terpanggang terik matahari, dari balik deru suara hujan   terdengar suara adzan dari kejauhan yang sumbang tersamarkan, aku masih di koridor kampus waktu itu, baru saja siap bimbingan alhamdulillah hari itu proposal ku sudah di Acc dosen pembimbing dan secepatnya akan di seminarkan. Hujan masih saja deras, sesekali aku   pergi serambi kampus sembari mengingat beberapa hal tentang kisah di kitaran lima tahun dahulu, aku masih ingat benar saat itu aku tengah mengagumi seorang gadis berlesung pipi dia adalah Aina adik kelas ku, di bawah kucuran hujan dari atap bangunan sekolah Aliyah aku menengadahkan tangan seolah menampung air hujan karena bagiku di timpa hujan sembari menutup mata memberikan sedikit ketenangan yang tak mampu ku definisikan. Aina kala itu ada di belakangku dengan seorang lelaki yang berpostur tubuh lebih besar dari ku dia adalah sepupunya Aina. Aku tidak berani menegurnya apalagi untuk menyatak

Cerpen ( Perempuan berpayung Kuning )

Gambar
  Aku berjalan menuju sebuah gang yang mana disitu terdapat sebuah Mushala tempat biasa aku menunaikan kewajiban. Berpayungkan sehelai sajadah   diantara rintik gerimis yang cukup deras menghujani, aku berlarian pelan mengarah ketempat suara adzan bergema. Maghrib ini cukup berbeda, menjelang malam langit padahal cerah-cerah saja namun entah mengapa, aneh, kenapa bisa turun gerimis, entah dipicu oleh sumpah serapah tetangga baru, yang baru saja pindah kesebuah rumah mewah disamping kios yang ku jaga, entah apa masalah mereka, aku tak berani ikut campur, biarlah pak RT yang mengurusnya. Sampai di persimpangan gang melintas seorang perempuan berpayung kuning dia juga mengarah ke Mushala yang ku tuju. Aku tidak melihat rupanya secara langsung yang aku tahu dia menggunakan baju berwarna biru dan berkerudung abu-abu dan sesampainya di Mushala dia langsung masuk sementara aku berwudhu terlebih dahulu. Berbarengan dengan berhentinya suara adzan aku pun selesai dari berwudhu dan memasuki pin