Anj*ng Jantan

 

 


Ada ketengan yang tak mampu ku deskripsikan, ini adalah ketengan yang sepi, bercampur sedikit pilu yang menggelantung disudut hati, hampa. Tapi tak apa, sewajarnya ini harus aku syukuri.

     Saat tengah menikmati semilir angin yang berdesir menghalau kegerahan diri dibawah pokok pohon matoa melintas sekor anjing jantan didepanku, seketika leptop yang masih menyala yang aku gunakan untuk merevisi proposal skripsi malah ku gunakan untuk menulis kisah ini.  kisah yang telah membawaku di posisi ini. Sepi dan hampa hati.

       Mungkin karena sedang terbawa emosi sehingga hewan yang di haramkan itu menjadi sumber inspirasi, sekarang aku melebel lelaki itu dengan sebutan anj*n jantan, aku tahu ini sedikit lebih kasar tapi biarkan aku selesaikan dulu cerita ini. Dia  yang aku maksud adalah seorang pemuda yang hadir dalam hidupku sekitar dua tahunan ini, dia hadir pada saat aku tengah memiliki orang lain dihatiku. Aku tentu membela dan memilih seseorang yang telah bersamaku itu, selain aku mengaguminya karena kesederhanaannya aku juga mengagumi cara ia mencintaiku. Tidak berlebihan namun cukup perhatian.

Si anj*n jantan ini sebenarnya niatnya baik, aku saja belum siap waktu itu. Dia dari keluarga baik-baik dan sudah berkerja dan tentunya sudah lebih dewasa setidaknya dari usianya. Kami seperti di jodohkan oleh kedua orang tua kami, hampir di setiap minggu dia datang ke rumahku bercengkrama akrab dengan keluargaku, namun aku harus menentukan pilihan, dengan memilihnya tentu aku harus segera menikah dan sudah pasti meninggalkan seseorang yang saat ini mengisi relung hati. Aku kalut, tidak tahu mau berbuat apa selain menuruti kehendak keluargaku, kesana kemari mengurus apa-apa selalu harus bersamanya, namun tak kurasakan ada hal yang sebenarnya melandasi hati untuk menerimanya, entahlah. Mungkin dikarenakan ada orang lain di dalam hati ini.

Aku menjalani hari dengan banyak drama dan terpaksa, hari silih berganti namun rasa belum juga tumbuh dihati. Dan pada akhirnya kabar perjodohan kami terdengar oleh Saka pemuda yang sebenarnya aku cintai, dia mengetahui kabar itu dari orang lain bukan dariku,  tentu  membuat hatinya semakin sakit, meskipun sakit ia mencoba tegar dengan tetap mendengarkan aku menjelaskan yang sebenarnya.

"Aku mencintaimu dengan sederhana dengan sebenar-benarnya keadaanku, jika dituntut untuk lebih, aku cuma bisa berusaha namun tidak berani untuk berjanji, jika keluargamu memilihkannya maka itu adalah yang terbaik untukmu. Aku tidak mengekangmu, aku hanya berpesan ada beberapa hal dalam hidup ini yang tidak bisa dipaksakan,  bagiku termasuklah itu perasaan, ikuti kata hatimu " tutur Saka diujung senja  menutup episode hari diiringi bulir bening yang mengalir dari telaga sudut bola mata

Semenjak Saka memutuskan untuk mundur dan mempersilahkan aku dengan pilihan keluargaku, aku dengan segenap jiwaku merelisasikan istilah yang berasal dari suku bangsaku Jawa, yang pernah aku dengar Witing tresno jalaran soko kulino , cinta akan tumbuh jikalau sering bersama, namun tidak denganku ada semacam paksaan yang mendesak dari keluargaku untuk segera melangsungkan pernikahan aku masih teguh pendirian agar tidak terburu-buru, jujur aku mulai tertekan dengan bujukan mereka.

Dengan berat hati aku terus melatih diri membuka hati untuk seseorang yang telah dipilihkan keluarga untuk diriku ini, aku hanya berusaha mencoba membuka hati namun untuk menikah di usia yang beranjak dua puluh tahun ini aku masih mewanti-wanti, setidaknya paling lambat sesudah aku mendapatkan bergelar sarjana karena itu adalah pesan almarhum ayahku, agar aku bisa menjadi salah seorang anaknya yang memiliki gelar sarjana, semua saudaraku sudah menikah dan tidak sampai sarjana,aku sibungsulah yang berkewajiban untuk memenuhi wasiat ayah itu.

Sejatinya aku dan Saka masih baik baik saja, Saka masih membalas pesan dariku walaupun sekadarnya namun entah dari mana ada saja yang memfitnah bahwa Saka adalah alasanku untuk tidak terburu-buru bertunangan dan belum mau menikah di tahun ini. Terjadilah lagi perseteruan,  aku disidang dihujani kata-kata malam itu. Aku hanya diam dan tak membela, tidak ada yang mengerti aku, semua mendesakku, hari-hari ku lalui bukan bertambah rasa yang ku coba adakan untuk lelaki Anj*n jantan itu namun  malah sebaliknya timbul rasa benci, ditambah setelah dia mengetahui bahwa aku masih memiliki kedekatan dengan Saka, cerita itu dia ketahui dari sepupuk, Wenya. Sejak saat itu dia semakin posesif dan tak jarang sering menuduhku yang tidak-tidak.

Aku benar-benar membutuhkan tempat bersandar, aku merindukan sosok ayah. Air mataku mengalir saat teringat sesosok yang amat menyayangiku itu. Aku selalu berandai-andai kalau beliau masih ada, beliaulah yang paling mengerti keadaanku saat ini. Aku sangat merindukan ayah

 Satu berlalu dengan keadaan tertekan itu, aku masih tangguh Saka juga masih sering menyemangati ku, dia tidak benar-benar meninggalkan ku karena dia tahu kalau aku tidak bisa memaksakan perasaan dengan seseorang yang tidak aku cintai ditambah sifat buruknya yang semakin hari tidak bisa ia kontrol lagi. Pada akhirnya aku memutuskan untuk menjadi asing dan memilih untuk tidak peduli, menutup telinga dan mengebalkan hati karena target sebenarnya adalah terlebih dahulu  merampungkan study.

Ahir-ahir ini aku sering mendengar dan bahkan melihatnya bersama sepupu ku, Wanya. Aku tak mengapa itu juga karena dampak dari pada sikapku. Menjelang semester tujuh dia masih sering kerumahku dan teman-temanku sudah pada dilamar orang, dan Saka juga sudah sarjana sepertinya sekarang tengah sibuk mencari kerja atau bahkan sudah bekerja.aku tidak tahu, kami mulai hidup masing-masing.

Dibawah pohon matoa angin selalu bertiup segar, tempat yang tepat untukku menenangkan perasaan dan gerah diri. Aku selalu menyempatkan untuk lekas merampungkan tugas ahir kuliah ini secepatnya, niatnya aku akan pergi kerumah saudara yang berada di Sumatra dan pergi dari keadaan yang menekan dan memaksakan ini. Disaat tengah menuliskan BAB II proposalku, sebuah kabar terdengar olehku, bahwa  telah terjadi kasus pemerkosaan terhadap Wenya sepupuku, dan pelakunya adalah lelaki Anj*ng jantan itu, yang samapai sekarang tak akan ku sebut lagi namanya.

Dengan adanya masalah itu putuslah tekananku terhadap lelaki Anj*ng jantan itu, sekarang nafasku agak lega, dalam hal seperti ini aku berharap Saka datang lagi karena ini adalah ketengan yang sepi, bercampur sedikit pilu yang menggelantung disudut hati, hampa

               

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH RESENSI SEDERHANA NOVEL MALIK DAN ELSA (1)

RESENSI buku ARAH LANGKAH FIERSA BESARI

RESENSI BUKU TAPAK JEJAK Fiersa Besari